A.
Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme
merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun
dalam pemikiran pelajar. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh pelajar itu
sendiri dan tidak diterima secara pasif dari orang disekitarnya. Hal ini
bermakna bahwa pembelajaran merupakan hasil dari usaha pelajar itu sendiri dan
bukan hanya ditransfer dari guru kepada pelajar. Hal tersebut berarti siswa
tidak lagi berpegang pada konsep pengajaran dan pembelajaran yang lama,
dimana guru hanya menuangkan atau mentransfer ilmu kepada siswa tanpa adanya
usaha terlebih dahulu dari siswa itu sendiri.
Menurut pandangan ahli
konstruktivisme, setiap siswa mempunyai peranan dalam menentukan apa yang
dipelajari. Penekanan diberi kepada siswa agar dapat membentuk kemahiran dan
pengetahuan yaitu dengan mengaitkan pengalaman yang terdahulu dengan
kegunaannya di masa depan. Siswa tidak hanya diberikan penekanan terhadap fakta
atau konsep tetapi juga diberikan penekanan terhadap proses berpikir serta
kemahiran berkomunikasi.
Di dalam kelas konstruktivis,
para siswa diberdayakan oleh pengetahuannya yang berada dalam diri mereka.
Mereka berbagi strategi dan penyelesaian, debat antara satu dengan lainnya,
berpikir secara kritis tentang cara terbaik menyelesaikan setiap masalah. Dalam
kelas konstruktivis seorang guru tidak mengajarkan kepada anaknya bagaimana
menyelesaikan persoalan, namun mempresentasikan masalah dan mendorong
(encourage) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan
permasalahan. Pada saat siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak
mengatakan bahwa jawabannya benar atau tidak benar. Namun guru mendorong siswa
untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar
ide sampai persetujuan dicapai tentang apa yang dapat masuk akal siswa (dalam
Suherman, 2003)
Merrill mengemukakan
asumsi-asumsi konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan dikonstruksi dari pengalaman;
2. Pembelajaran adalah sebuah interpretasi personal
terhadap dunia;
3. Pembelajaran adalah sebuah proses aktif yang di
dalamnya makna dikembangkan atas dasar pengalaman;
4. Pertumbuhan konseptual datang dari negosiasi makna,
pembagian perspektif ganda, dan perubahan bagi representasi internal kita
melalui pembelajaran kolaboratif;
5. Pembelajaran harus disituasikan dalam seting yang
realistis; pengujian harus diintegrasikan dengan tugas dan bukan sebuah
aktivitas yang terpisah.
Steffe dan Kieren (1995)
mengungkapkan beberapa prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme
diantaranya bahwa observasi dan mendengar aktivitas serta pembicaraan
matematika siswa adalah sumber yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk
kurikulum, dan untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat
dievaluasi (dalam situs http://onengdalilah.blogspot.com/2009/04/modelpembelajaran matematika- dalam.html, diakses tanggal 10 September 2009).
Dalam konstruktivisme proses
pembelajaran senantiasa “problem centered approach” dimana guru
dan siswa terikat dalam pembicaraan yang mempunyai makna matematika. Ciri-ciri
tersebutlah yang akan mendasari pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme.
(dalam Suherman, 2003)
B.
Pendekatan Inkuiri
Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka
dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Pembelajaran inkuiri beriorientasi pada, keterlibatan siswa secara maksimal
dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam
proses kegiatan belajar, mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang
apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.
Ada tiga ciri pembelajaran inkuiri, yaitu pertama,
Strategi Inquiry menekankan pada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari
dan menemukan (siswa sebagai subjek belajar). Kedua, seluruh aktivitas
yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri yang
sifatnya sudah pasti dari sesuatu yang sudah dipertanyakan, sehingga diharapkan
dapat menumbuhkan sifat percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan
strategi pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara
sistematis, logis dan kritis.
Menurut Sanjaya (2009), penggunaan inkuiri harus
memperhatikan beberapa prinsip, yaitu berorientasi pada pengembangan
intelektual (pengembangan kemampuan berfikir), prinsip interaksi (interaksi
antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan
lingkungan), prinsip bertanya (guru sebagai penanya), prinsip belajar untuk
berfikir (learning how to think), prinsip keterbukaan (menyediakan ruang
untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara
terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan).
Prinsip – prinsip Penggunaan Inkuiri
a. Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan
utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan
demikian , strategi pembelajaran ini selain berorientasi pada hasil belajar
juga berorientasi pada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari
proses pembelajaran dengan menggunkan strategi inquiri bukan ditentukan sejauh
mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa
beraktivitas mencari dan menemukan.
b. Prinsip Interaksi
Proses
pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa
maupun interaksi siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan lingkungan.
Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai
sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu
sendiri.
c. Prinsip Bertanya
Peran
guru yang harus dilakukan dalam menggunkaan model inkuiri adalah guru sebagai
penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya
sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.
d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar
bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses
berpikir (learning how to think) yakni proses mengembangkan potensi
seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah
pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.
e. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran
yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai
hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan
ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan
secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Dalam
implementasinya, pembelajaran inkuiri memiliki sintaks sebagai berikut:
1. Menyajikan pertanyaan atau masalah: Guru membimbing
siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan. Guru membagi
siswa dalam kelompok.
2. Membuat hipotesis: Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa
dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan
memproiritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
3. Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan
dilakukan. Guru membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
4. Mengumpulkan dan menganilisis data: Guru memberi
kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang
terkumpul.
5. Membuat kesimpulan: Guru membimbing siswa dalam
membuat kesimpulan.
Sedangkan
menurut Sudjana (1989), ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan
pembelajaran inkuiri, yaitu :
1. Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa
2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan
istilah hipotesis
3. Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan
untuk menjawab hipotesis atau permasalahan
4. Manarik kesimpulan atau generalisasi
5. Mengaplikasikan kesimpulan
Berdasarkan
tingkat kematangan siswa, pendekatan inkuiri dapat dilakukan dalam lima
tingkatan, yaitu inkuiri tradisional, inquiri terbimbing, inkuiri mandiri,
keterampilan prosedur ilmiah, Penelitian siswa. Terdapat tiga aspek
yang sama penting dalam pembelajaran, yaitu tujuan pembelajaran, Kegiatan
Belajar/Mengajar dan materi, hasil evaluasi. Proses yang baik diasumsikan akan
mendapatkan hasil yang baik. Proses belajar yang efektif harus melibatkan
sebanyak mungkin alat indera. Pendekatan inkuiri, melibatkan semua indera
sehingga pengetahuan siswa akan menjadi tahan lama. Perumusan indikator, harus
memikirkan efek samping terutama pada tahapan perkembangan psikologi siswa.
Kelemahan pendekatan inkuiri (kekacauan pembelajaran), dapat terjadi
kalau guru tidak melakukan pembimbingan secara terarah dan bertanggung jawab.
Guru penting melakukan monitoring atau pengontrolan terhadap aktivitas siswa.
C.
Pendekatan Keterampilan Proses
Keterampilan proses merupakan kemampuan siswa untuk mengelola
(memperoleh) yang didapa dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) yang memberikan
kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk mengamati, menggolongkan,
menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, mengkomunikasikan
hasil perolehan tersebut” (Azhar, 1993: 7)
Sedangkan “menurut Conny (1990 :
23) pendekatan keterampilan proses adalah pengembangan sistem belajar
yang mengefektifkan siswa (CBSA) dengan cara mengembangkan keterampilan
memproses perolehan pengetahuan sehingga peserta didik akan menemukan,
mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang
dituntut dalam tujuan pembelajaran khusus”.
Berdasarkan uraiaan
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah
pendekatan belajar mengajar yang mengarah pada pengembangan kemampuan dasar
berupa mental fisik, dan sosial untuk menemukan fakta dan konsep maupun
pengembangan sikap dan nilai melalui proses belajar mengajar yang telah
mengaktifkan siswa (CBSA) sehingga mampu menumbuhkan sejumlah keterampilan
tertentu pada diri peserta didik.
Dimiyati (2002: 138) mengatakan bahwa pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa adalah :
·
Pendekatan
keterampilan proses memberikan kepada pengertian yang tepat tentang hakekat
ilmu pengetahuan siswa dapat mengalami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat
lebih baik mengerti fakta dan konsep ilmu pengetahuan
·
Mengajar dengan
keterampilan proses berarti memberi kesempatan kepada siswa bekerja dengan ilmu
pengetahuan tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu
pengetahuan.
·
Menggunakan keterampilan
proses untuk mengajar ilmu pengetahuan membuat siswa belajar proses dan
produk ilmu pengetahuan sekaligus.
Dari pembahasan tentang pengertian
keterampilan proses (PKP) dapat diartikan bahwa pendekatan keterampilan
proses dalam penerapannya secara langsung memberikan kesempatan siswa
untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuan karena penerapan pendekatan
keterampilan proses menekankan dalam memperoleh ilmu pengetahuan siswa
hendaknya menanamkan sikap dan nilai sebagai seorang ilmuan.
D.
Pendekatan Konstektual
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement
of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar,
manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa
akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti.
Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan
suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk
meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah
membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan
trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah
tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses
belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered.
Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1)
Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa . 2) Memahami latar
belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya
memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam
pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep
atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki
siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman
siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana
pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya
lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami
(experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating)
dan mentransfer (transferring).
1. Mengaitkan
adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru
menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang
sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui
siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami
merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan
informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat
terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta
melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan.
Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah.
Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan
relevan.
4. Kerjasama.
Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang
signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama
tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan
dunia nyata.
5. Mentransfer.
Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada
pemahaman bukan hapalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1)
Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan
dalam berbagai konteks 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan
agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan
temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada
konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan
kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism),
menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning
Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan
penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut
sebagai berikut:
1. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme
merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar
mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang
dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan
merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation),
bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis),
pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan
strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna
untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan
respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5)
mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada
sesuatu yang dikehendaki guru, 7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan
dari siswa, 8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep
masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil
kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman,
antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi
apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam
komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan
pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru
menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar
siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari
luar.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi
merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau
berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya
dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi
yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penialaian
adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai
perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran
perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa
siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan
terhadap proses maupun hasil.
E.
Pendekatan Salingtemas
Sasaran pengajaran salingtemas adalah cara membuat siswa agar dapat
melakukan penyelidikan untuk mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan
sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang berkaitan (Wulandari,
2006:16). Dengan kata lain, siswa dibawa pada suasana yang dekat dengan
kehidupan nyata siswa sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan pengetahuan
yang telah mereka miliki untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
diperkirakan akan timbul disekitar kehidupannya.
Tujuan pendekatan salingtemas adalah untuk membantu peserta didik
mengetahui sains, perkembangan sains, teknologi-teknologi yang digunakannya,
dan bagaimana perkembangan sains serta teknologi mempengaruhi lingkungan serta
masyarakat.
Jadi tujuan utama pendekatan salingtemas ialah bagaimana membuat agar
salingtemas dapat menolong manusia membuat surga dunia di muka bumi ini, bukan
sebaliknya menciptakan neraka dunia dalam segala aspek kehidupan.
F.
Pendekatan IPA Terpadu
Pendekatan ini
merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih dalam suatu
kegiatan pembelajaran. Pemaduan dilakukan dengan menekankan pada prinsip
keterkaitan antar satu unsur dengan unsur lain, sehingga diharapkan terjadi
peningkatan pemahaman yang lebih bermakna dan peningkatan wawasan karena satu
pembelajaran melibatkan lebih dari satu cara pandang.
Pendekatan
terpadu dapat diimplementasikan dalam berbagai model pembelajaran. Di
Indonesia, khususnya di tingkat pendidikan dasar terdapat tiga model pemdekatan
terpadu yang sedang berkembang yaitu model keterhubungan, model jaring laba –
laba, model keterpaduan.
G.
Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah adalah pendekatan tang digunakan dalam
mempelajari suatu ilmu pengetahuan dengan maksud mengubah keadaan yang actual
menjadi suatu keadaan, seperti yang kita kehendaki dengan memperhatika prosedur
pemecaha yang sistematis.
Menurut beberapa ahli tentang
pengertian pendekatan pemecahan masalah adalah:
1. Watts, M (1991)
pembelajaran pemecahan masalah adalah jika seseorang menemui masalah dan orang
itu memiliki suatu obsesi/kehendak/keinginan yang sulit diperoleh secara
lansung.
2. Jackson (1983)
merumuskan masalah sebagai gabungan antara obsesi dan hambatan.
3. Gagne (1970)
memberikan batasan sebagai berikut:”pemecahan masalah dapat dipandang sebagai
suatu proses dimana pembelajar menemukan perpaduan rumus/atuaran/konsep yang
sudah di pelajari sebelumnya dan selanjutnya menerapkan untuk memperoleh cara
pemecahn ada situasikeadaan baru, cara demikian juga merupakan proses belajar
yang baru.
Menurut
sifatnya, masalah, social bermacam-macam yaitu : statis-dinamis, besar-kecil,
sederhana-kompleks. Dengan demikian strategi pemecahanya pun harus
disesuaikan dengan sifat dan karakteristik masalahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar